Universal

Universal
Me and films

Silahkan Cari

Tuesday, 7 September 2010

KCB Special Ramadhan >>> Perlu Kah Di Kritik??

Ketika Cinta Bertasbih (dua jilid) adalah film box office Indonesia yang memang patut di puji. Di garap oleh Chaerul Umam dan dibintangi bintang-bintang baru, film KCB mencatat sebagai film dengan jumlah pendapatan besar di musim liburan.

Sang pengarang, Habiburahman El Shirazy juga ikut terlibat dalam penggarapan film yang konon mencapai biaya milyaran rupiah. Namun ketika di garap dalam bentuk sinetron yang merupakan kelanjutan cerita filmnya, dari mana kita tahu bahwa KCB spesial Ramadhan sukses?

Menurut media, KCB spesial ramadhan menduduki rating tertinggi untuk tayangan ramadhan saat ini. Mungkin bisa kita lihat dari iklannya yang bejibun. Namun yang jadi pertanyaan, bolehkah kita mengkritik sinetron dakwah ini?

Mengkritisi tayangan yang muatan dakwahnya sangat besar sebenarnya tidak etis lantaran esensi dakwahnya tersebut. Namun juga harus diingat, sinetron dengan apapun bentuknya, adalah produk sinematografi yang melibatkan banyak aspek.

Embel-embel "Spesial Ramadhan" sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Yaah, mungkin biar agak terdengar religius dibanding memakai kata "The Series". Namun embel-embel itu menjadi bumerang lantaran ambigu. Maksudnya spesial ditayangkan pas bulan Ramadahan atau spesial tentang bulan Ramadhan? Ah, semua juga tau jawabnya. Gak penting.

Seperti yang telah diduga, target penonton KCB masih penonton wanita lantaran cerita yang diusung masih dengan formula yang sama. Hubungan mertua-menantu, anak yang jadi pengemis, dan ujung-ujungnya "sosialisasi" poligami. Sangat disayangkan kalau ternyata penulis cerita KCB versi sinetron ini (Eh, mereka tidak mau disebut sinetron..!) adalah orang yang sama yang menulis KCB versi layar lebar. Sungguh, KCB tidak lebih dari sinetron-sinetron lain yang bertema sama, bedanya hanya pada KCB pemerannya memakai jilbab dan peci dan bersetting di pesantren.


Menyoal tentang setting. Aneh ya, penonton tidak dibawa ke alam pesantren sesungguhnya. Yang ada, kita hanya melihat betapa jilbab-jilbab para pemerannya begitu modis dan patut di contoh buat lebaran. Bandingkan setting yang dibuat Hanung di film Perempuan Berkalung Sorban, penonton diajak seolah merasakan setiap jengkal pesantren sesungguhnya.

Dialog dan akting juga begitu hambar. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik memang patut diacungi jempol, tapi malah membuat menjadi kaku ya. Semua karakter menjadi stereotipe dan tidak berkembang. Orang alim berbaju koko dan peci atau berjilbab, orang jahat berjaket dan berbaju terbuka, padahal dikehidupan nyata semua abu-abu kan?

KCB versi layar lebar begitu hebat dan menggugah keimanan penontonnya, namun versi sinetronnya hanya menambah daftar panjang sinetron ramadhan saja. Andai di garap dengan lebih baik, karakter-karakter kuat seperti Azzam, Anna, Husna, Eliana (eh malah dihilangkan), Furqon dan lainnya seolah diabaikan dan dibiarkan dengan bermasalah dengan urusan-urusan domestik yang tidak ada esensinya. KCB Spesial Ramadhan ujung-ujungnya menjadi sinetron rumah tangga berbalut religi yang sudah sangat banyak di televisi kita. Kalau sudah begini, produk-produk garapan Deddy Mizwar terasa jauuuuh mengungguli ya....


Sangat disayangkan ya, Selamat Lebaran..!







0 comments:

Post a Comment