Ketika memutuskan untuk kembali ke bangku kuliah, aku dipenuhi perasaan kuatir yang hebat. Yah, UNSRI tempat berkumpul orang-orang hebat dan pintar, sementara aku masuk kesana hanya bermodal patah hati. Memutuskan mengambil gelar S2 di UNSRI layaknya main-main awalnya. Semester awal aku jadikan semacam masa coba-coba, kepada beberapa teman sekelas aku bahkan bilang "Jika semua nilaiku jeblok, maka aku akan berhenti kuliah. Buat apa meneruskannya jika nanti malah menyusahkan saja".
Terus terang, setelah tamat fkip dan bekerja, aku tidak terlalu punya banyak teman (baca: tidak punya sama sekali), memang kenalan sih makin banyak, tapi teman dekat tidak ada sama sekali. Aku mengibaratkan diriku sama dengan Joey, karakter dalam sitkom FRIENDS yang sangat aku sukai. Ketika cerita selesai, semua temannya melanjutkan hidup: berumah tangga, mengadopsi anak, sementara Joey masih harus bertahan sendiri dan berteman dengan orang-orang yang jauh lebih muda darinya; yang tidak memahami dirinya dari awal; yang tidak mengerti lelucon-leluconnya; dan makin kelebihan berat badan.
Tahun pertama di UNSRI adalah masa-masa sitkom ku. Aku bertemu dan kemudian berteman baik dengan gadis-gadis muda ini: Dwi, Mita, Qiqi, dan juga pria muda ini: Felis. Mereka bagai pemeran utama di sitkom musim pertama yang aku bintangi. Terlalu banyak lelucon, panggilan, dan anekdot yang tak pernah garing untuk diceritakan lagi dengan mereka.
Mengekplorasi tempat-tempat makan super murah, toko-toko yang menjual film-film orisinal dan bajakan, atau sekedar duduk-duduk berkelakar layaknya tokoh-tokoh di Sex and The City adalah rutinitas tiap akhir pekan (atau malah awal pekan). Nama-nama yang aku sebutkan tadi seolah bagai extended family member buat ku. Mereka tahu benar makanan favoritku, artis kesayanganku, film-film favoritku, musik yang aku sukai, dan masalah percintaanku (yang ini lebay).
Memasuki tahun kedua, beberapa teman-teman yang tadi aku sebutkan mendapat kerja yang bagus, namun tidak menghentikan kami untuk tetap membuat episode demi episode sitkom. Cerita seputar orang-orang ditempat kerja masing-masing menjadi plot lain yang makin membuat meriah.
Kemudian datanglah Erwin, dan semakin bertambahlah bintang-bintang baru dalam sitkom hidupku. Yanti dan Erwin memberi warna tersendiri, sementara "aktor" luar negeri memberi plot bercabang yang membuat sitkom dalam hidupku bak opera sabun. Brodie, Aisha, Diana, Garry, Erwin, Yanti adalah bintang-bintang di musim kedua yang makin membuat sitkom dalam hidupku makin ramai. Tiga bintang impor ini membuat intensitas cerita menjadi lebih segar. Tiga karakter bertolak belakang ini benar-benar membuat seru cerita. Tentu saja bintang-bintang di musim sebelumnya masih sangat seru, namun sangat susah bagiku menggabungkan dua kelompok bintang-bintang ini. Aku seolah punya sebuah spin off sitkom dimana aku bermain di sitkom yang sama namun dengan dua plot yang berbeda. Di awal pekan aku bermain dengan bintang-bintang di musim pertama, dan di akhir pekan aku bermain dengan bintang-bintang musim kedua yang sangat berbeda jalan ceritanya.
Aku benar-benar menikmati peranku. Entah apa yang bakal terjadi jika masa-masa kuliahku hanya diisi belajar dan belajar. Bersama Dwi cs, semua perkuliahan bagai sebuah les yang menyenangkan, sementara bersama bintang-bintang impor bagai punya sebuah ensiklopedia yang sangat-sangat menarik yang bisa ku baca berjam-jam tanpa rasa bosan.
Aku tak pernah berhenti berterima kasih kepada Tuhan karena telah membuat dua tahun terakhir ini bagai sebuah sitkom yang sangat menyenangkan. Dan yang paling aku takutkan adalah jika sitkom dalam hidupku ini berakhir, dan hidupku berubah menjadi opera sabun satir. Tentu saja, aku harus bersiap dengan sebuah akhir. Namun daripada aku bersusah hati memikirkan sebuah akhir, lebih baik menikmati episode demi episode sitkom ini.
Teman-teman lokalku akan terus berada disini dan aku yakin akan banyak lagi episode-episode seru bersama mereka. Namun tidak buat teman-teman internasionalku, mereka berada disini hanya satu atau dua tahun dan yang ingin aku lakukan adalah mengekplorasi (bukan eksploitasi) semaksimal mungkin kehadiran mereka. Aku menyebutnya sebagai anugrah Tuhan yang sangat besar. Aku belum diberi Tuhan kesempatan bermukim di Amrik atau London, namun kehadiran mereka membuatku sedikit bisa mencicipi seperti apa negara mereka lewat cerita-cerita mereka yang menginspirasi tiap akhir pekan.
Dulu aku membayangkan, masa-masa kuliahku di UNSRI akan kuhabiskan dengan cara yang membosankan, namun kehadiran teman-temanku telah membuatku hidup bak di sebuah sitkom seru yang tak pernah membosankan.
Dan tentu saja, jika kamu, yang membaca ini, adalah satu dari sedikit orang yang ikut memeriahkan hidupku dua tahun terakhir ini, yang aku bisa ucapkan adalah terima kasih yang tak terhingga. Jika kalian hanya sesekali saja menghabiskan waktu dengan diriku, maka aku menganggap kalian bintang tamu yang ikut membuat sitkom hidupku menjadi bewarna.
Terima Kasih telah menjadi temanku...
0 comments:
Post a Comment